Skip to content

Catatan ini diambil pada tanggal 23 Juli 2023. Saya, istri dan ketiga anak saya serta mertua saya (dengan rahmat Allah) menghadiri kajian tersebut. Tema yang dibawakan ustad tentang memudahkan urusan orang lain.

Memudahkan urusan Mukmin

Sahih Muslim : 2699

Lihat hadist

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.”

Balasan atas kebaikan

Dari penggalan hadis berikut Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat... terdapat dua ganjaran yang Allah berikan atas setiap kebaikan yang seorang mukmin lakukan.

Pertama, orang yang membantu kesulitan saudaranya seperti meringkan beban yang sedang dihadapinya , mencukupi kebutuhannya maka Allah berjanji akan memberikan keringanan diakhirat nanti. Kedua, orang yang menangguhkan, atau mengikhlaskan utang orang lain pada dirinya maka Allah berikan dua buah ganjaran, yaitu Allah akan memberikan kebaikan didunia dan kebaikan di akhreat.

Ustadz pada kajian ini menjelaskan "mengapa ganjaran bagi seorang mukmin yang memudahkan oranglain dalam hutang mendapatkan ganjara didunia dan diakhret ?". Karena, orang tersebut melakukan dua buah kebaikan sekaligus, yaitu;

  1. Dia membantu dengan cara meringankan beban saudaranya tersebut yang berhutang. Seperti memberikan masa waktu yang lebih kepada saudaranya yang belumn mampu membayar hutang setelah jatuh tempo.
  2. Dia bersabar atas haknya terhadap uang yang dipinjaminya tersebut karena saudaranya belum dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya.

Ustadz tersebut juga mengatakan bahwa ulama 1 mengatakan;

"Jika orang yang berhutang dalam kesulitan membayar dan orang tersebut berhutang pada-mu, maka WAJIB memberikan kelapangan (melonggarkan masa waktu pembayaran hutang) hingga saudaranya tersebut mampu untuk membayar hutang"

Tidak bermudah dalam hutang

Maha suci Allah, yang mengetahui hamba-hambaNya. Kita dianjurkan untuk meringakan orang lain yang sedang terlilit hutang. Dengan demikian kita akan Allah berikan kemudahan di dudnia dan di akherat nanti. Namun Allah Azza Wa Jalla melarang hambanya untuk bermudah dalam berhutang. Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda;

HR. Ibnu Majah no. 1971. Disahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah

Lihat hadist

Dinarasikan oleh Thawban, budak yang dibebaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam berkata;

"Barang siapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: kesombongan, ghulul (harta khianat), dan hutang, maka dia akan masuk surga” (HR. Ibnu Majah no. 1971. Disahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)"

Namun sejatinya hutang bukan berarti diharamkan, karena Rasulullah juga mengijinkan hambanya untuk berhutang. Namun dengan syarat wajib harus melunasi hutangnya tersebut.

Ada beberapa dari kita yang dia berhutang, lalu dia memliki harta untuk membayar hutang tersebut, namun dia menunda-nudanya maka akan membahayakan dirinya dihari akhirat nanti (seandainya di mati dalam keadaan masih memiliki hutang).

HR. Ibnu Majah no. 2414

Lihat hadist

"Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih punya hutang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham untuk melunasinya. Namun yang ada hanyalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya)

Lalu bagi hambanya yang sudah meninggal dan dia masih memiliki hutang. Maka dia akan menghadap Allah, dan Allah akang menganggapnya sebagai pencuri.

HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no.5561, disahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2720

Lihat hadist

“Siapa saja yang berhutang dan ia tidak bersungguh-sungguh untuk melunasinya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri"

Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam enggan untuk mensolati orang yang masih memiliki hutang

Sunan Abi Dawud no. 3343

Lihat hadist

"Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kami tanyakan, ‘Apakah baginda akan menyalatkannya?’ Beliau melangkah beberapa langkah kemudian bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Kami menjawab, ‘Dua dinar.’ Lalu beliau kembali. Maka Abu Qatadah menanggung hutang tersebut.

Ketika kami mendatanginya, Abu Qotadah berkata, ‘Dua dinar itu menjadi tanggunganku.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Betul-betul Engkau tanggung hutang mayit sampai lunas?’ Qatadah mengatakan, ‘Iya betul’. Maka Nabi pun mensalatinya."

Maka dari itu, janganlah bagi diri kita untuk menunda-nunda dalam membayar hutang atau jangan berhutang dengan niatan tidak akan membayarnya. Karena orang yang tidak membayar hutang adalah sebuah kezhaliman.

Bukhari no.2287

Lihat hadist

"Penundaan pelunasan hutang oleh orang yang mampu adalah sebuah kezaliman, maka jika hutang kalian ditanggung oleh orang lain yang mampu maka setujuilah"

Bahkan, orang yang mati syahid tertahan karena hutangnya

Muslim no.1886

Lihat hadist

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali hutang"

Akibat dari berhutang juga menimbulkan dosa lainya, yaitu berhutang. Maka dari itu Rasululla Shallallahu Alaihi Wassalam selalu berdoa setelah habis shalat

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ ‏

Bukhrai no.832

Lihat hadist

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berdoa di dalam salatnya,

allahumma inni a’udzubika min ‘adzabil qobri, wa a’udzubika min fitnatil masihid dajjal, wa a’udzubika min fitnatil mahya, wa fitnatil mamat, allahumma inni a’udzubika minal ma’tsam wal maghram

(Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari azab kubur. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah al Masih ad Dajjal. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah orang yang hidup dan orang yang sudah mati. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari dosa dan hutang).

Lalu seseorang bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, betapa seringnya Engkau berlindung dari hutang?’ Beliau pun menjawab, ‘Sesungguhnya seseorang yang biasa berhutang, jika dia berbicara dia akan berdusta, jika dia berjanji dia akan mengingkarinya’”

Para ulama membagi "menutupi aib orang lain menjadi 3"

  1. Menutupi aib orang lain sebagai tindakan kebaikan: Hukumnya adalah wajib jika kita menutupi kebaikan orang lain untuk kebaikannya. Misalkan ada seseirang yang kita ketahui orang tersebut sangat shaleh, rajin shalat di masjid, rajin datang ke majelis ilmu. Namum, manusia tidak pernah akan terlepas dari kesalahana. Seandainya kesalahan yang dibuat tersebut adalah aib bagi orang tersebut dan kita mengetahuinya. Maka wajib bagi kita untuk menutupi aib orang tersebut.

  2. Menutupi aib orang lain sebagai tindakan buruk: Contohnya adalah, ada seseorang yang bertanya kepada kita tentang sifulan misalnya. Orang yg bertanya tersebut ingin menggali informasi pada kita tentang sifulan yang ingin dia nikahkan untuk anaknya. Seandainya aib, perilaku buruknya ini berbahaya bagi anak yang menanyai ini maka wajib bagi kita untuk mengabarkan aib tersebut agar anak dari yang bertanya ini terhinda dari keburukan fulan tersebut.

  3. Menutupi aib orang lain sebagai {==tindakan yang tidak diketahui buruk atau baiknya}: pada kasusu ini, ulama mengembalikan kepada hukum asalnya, yitu tidak boleh mengumbar aib orang lain.


Alhamdulillah, catatan ini jauh dari sempurna, dikhususkan untuk saya sendiri dan anak2 saya.

Muhammad Farras Ma'ruf, Bogor, 23 Juli 2023 14:58 WIB


  1. Saya tidak mengatahui siapa ulama tersebut, namun nasihatnya adalah baik